Sejak mereka yang berasal dari India datang berkunjung dan memperkenalkan Hindu-Budha, kehidupan masyarakat Indonesia tidak lagi sama.
Peristiwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada abad pertama Masehi membawa pengaruh yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Peristiwa tersebut menandai berakhirnya zaman prasejarah Indonesia dan memasuki zaman sejarah serta membawa perubahan dalam susunan masyarakat dan kebudayaan yang berkembang di Indonesia.
Pada postingan kali ini akan dibahas teori-teori serta pengaruh masuknya ajaran dan kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Namun sebelum itu, ada baiknya jika terlebih dahulu dibahas beberapa hal mendasar mengenai dua agama yang datang dari India ini.
Hindu
Agama Hindu merupakan sinkretisme (perpaduan) antara kepercayaan bangsa Dravida, yang merupakan penduduk asli India, dengan bangsa Arya, yang merupakan bangsa pendatang dari Asia Tengah yang berhasil menaklukkan bangsa Dravida sekitar tahun 1500 SM. Agama Hindu mempunyai konsep politheisme yaitu menyembah banyak dewa. Tiga dewa utama dari umat Hindu adalah dewa Brahma (dewa pencipta), dewa Wisnu (dewa pemelihara) dan dewa Syiwa (dewa perusak) yang ketiganya biasa disebut “Tri Murti”. Salah satu pokok dalam ajaran Hindu adalah konsep reinkarnasi atau dilahirkan kembali sebagai penebusan dosa karena masih banyaknya dosa dan kesalahan yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Jadi tujuan dari manusia hidup di dunia adalah moksha atau tidak dilahirkan kembali dan tinggal di nirwana yang penuh kenikmatan.
Agama ini berpedoman pada kitab suci Weda, Brahmana dan Upanisad.
Dalam agama Hindu masyarakat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang mempunyai hak dan peranan yang berbeda-beda, yaitu :
a. Kasta Brahmana, terdiri atas para pendeta.
b. Kasta Ksatria, terdiri atas para raja dan bangsawan.
c. Kasta Waisya, terdiri atas para pedagang dan kaum buruh menengah.
d. Kasta Sudra, terdiri atas para petani, buruh kecil dan budak.
Hari-hari raya bagi umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan Siwaratri.
Budha
Pada awalnya Budha merupakan salah satu aliran dalam agama Hindu yang disebut budhisme. Budhisme dimunculkan dan dikembangkan oleh Sidharta Gautama sebagai protes atas ketidakadilan sistem kasta dalam masyarakat Hindu, dimana kasta rendahan mengalami ketidakadilan. Sidharta sebenarnya masuk dalam kasta ksatria karena merupakan putra dari Raja Sudhodana dari kerajaan Kapilawastu. Tetapi kemudian dia meninggalkan semua kemewahan istana dan menjadi pertapa setelah dia melihat kehidupan di luar istana yang sangat memprihatinkan. Dalam pertapaannya dia memperoleh bodhi dan disebut Sang Budha (yang disinari).
Umat Budha mempunyai kitab suci yang disebut Tripitaka yang berarti tiga keranjang, dan meyakini bahwa manusia hidup di dunia berada dalam kesengsaraan (samsara), oleh karena itu kesengsaraan dapat dihentikan dengan mengamalkan astavidha (delapan jalan) yaitu : Ajaran yang benar; Niat yang benar; Perkataan yang benar; Perbuatan yang benar; Penghidupan (mata pencaharian) yang benar; Usaha (daya upaya) yang benar; Perenungan yang benar; Samadi (bersemedi) yang benar.
Dalam perjalanannya, ajaran Budha terpecah menjadi 2 aliran yaitu :
a. Budha Hinayana (kendaraan kecil), yang berpendapat bahwa setiap orang harus berusaha sendiri-sendiri untuk masuk nirwana tanpa pertolongan orang lain. Hal itu sesuai dengan ajaran Budha pada awalnya.
b. Budha Mahayana (kendaraan besar), berpendapat sebaiknya manusia berusaha bersama-sama dan saling membantu dalam mencapai nirwana.
Umat Budha merayakan hari raya Triwaisak yaitu peringatan kelahiran, turunnya Bodhi dan kematian Sang Budha.
A. Teori Masuknya Hindu-Budha ke Indonesia
Proses masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia sering disebut penghinduan. Pada dasarnya istilah ini sebenarnya kurang tepat, karena disamping agama Hindu, masuk pula agama Budha. Proses ini terjadi didahului adanya hubungan Indonesia dengan India, sebagai akibat perubahan jalur perdagangan dari jalur tengah (sutera) berganti ke jalur pelayaran (rempah-rempah).
Mengenai teori/hipotesis masuknya pengaruh Hindu – Buddha di Indonesia, para ahli berpendapat yang berlainan, dimana secara garis besar dibedakan atas:
1. Teori Ksatria (C.C. Berg, F.D.K. Bosch, Mookerji, dan J.L. Moens)
Bosch menggunakan istilah hipotesa “ksatria” untuk teori yang juga disebut teori prajurit atau kolonisasi ini. Menurut teori ini, yang memiliki peran utama masuknya budaya India ke Indonesia adalah penganut agama Hindu dari kasta ksatria. Hal ini disebabkan di India terjadi kekacauan politi berupa perang antara Brahmana dengan ksatria, sehingga para ksatria yang kalah melarikan diri ke Indonesia. Lalu mereka pun mendirikan kerajaan dan menyebarkan agama Hindu di Nusantara. Pendukung teori ini kebanyakan sejarawan India, terutama Majumdar dan Nehru.
Hipotesis Ksatria banyak mengandung kelemahan yaitu tidak adanya bukti kolonisasi baik di India maupun di Indonesia. Kedudukan kaum ksatria dalam struktur masyarakat Hindu tidak memungkinkan menguasai masalah agama Hindu dan tidak nampak pemindahan unsur masyarakat India (sistem kasta, bentuk rumah, pergaulan dan sebagainya). Tidak mungkin para pelarian mendapat kedudukan sebagai raja di tempat yang baru. Selain itu, diketahui bahwa para ksatria tersebut tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
2. Teori Waisya (N.J. Krom dan Mookerje)
Teori berpendapat bahwa orang India tiba ke Asia tenggara pada umumnya dan khususnya Indonesia karena berdagang. Pelayaran perdagangan saat itu masih tergantung sistem angin muson, sehingga pedagang India terpaksa tinggal di Indonesia selama beberapa saat untuk menanti bergantinya arah angin. Mereka banyak menikah dengan penduduk setempat. Keturunan dan keluarga pedagang ini merupakan awal penerimaan pengaruh India. Tampaknya teori ini mengambil perbandingan proses penyiaran Islam yang juga dibawa pedagang. Teori ini juga dibantah oleh ahli lain, karena tidak setiap orang boleh menyentuh kitab Weda. Ajaran Hindu milik kaum brahmana dan hanya mereka yang memahami kitab Weda.
Namun, teori Waisya juga memiliki kelemahan. Sama seperti kasta kstaria, para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasasi bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasi oleh kasta Brahmana. Namun bila menilik peninggalan Prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa. Selain itu, tidak setiap orang boleh menyentuh kitab Weda. Ajaran Hindu milik kaum brahmana dan hanya mereka yang memahami kitab Weda. Peta yang menunjukkan bahwa persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia lebih banyak di daerah pesisir pantai juga merupakan kelemahan lainnya dari teori ini.
3. Teori Brahmana (J.C. Van Leur, F.D.K. Bosch, dan O.W. Wolters)
Teori ini mengemukakakn bahwa agama Hindu yang menyebar di Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana, sebagai golongan yang ahli dalam agama tersebut. Orang Indonesia atau kepala suku aktif mendatangkan brahmana untuk mengadakan upacara Abhiseka secara Hindu, sehingga kepala suku menjadi maharaja. Dalam perkembangannya, para brahmana akhirnya menjadi purohito (penasehat raja).
Teori ini tampaknya dianggap lebih mendekati kebenaran karena agama Hindu bersifat tertutup, dimana hanya diketahui kalangan brahmana. Berdasarkan pada pengamatan Van Leur terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa, pengaruh dari Brahmana sangat jelas keberadaannya. Disamping itu, Brahmana di Indonesia berkaitan dengan upacara Vratyastoma dan Abhiseka.
Akan tetapi, pendapat bahwa para Brahmana bisa sampai ke Indonesia yang terpisahkan dengan India oleh lautan masih dipertanyakan. Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan, sehingga hal ini menjadi kelemahan hipotesis teori Brahmana.
4. Teori Arus Balik/Nasional (F.D.K. Bosch dan J.C. Van Leur)
Dalam teori ini, digunakan dasar pemikiran berupa hubungan antara dunia maritim dengan perdagangan. Hubungan dagang Indonesia dengan India yang meningkat diikuti boleh para kaum intelektual yang memiliki semangat untuk menyebarkan agama Hindu dan Budha dengan menumpang kapal-kapal dagang. Orang-orang Indonesia yang tertarik ajaran itu, mengirimkan kaum terpelajar ke India untuk berziarah dan menuntut ilmu. Setelah cukup lama, mereka kembali ke Indonesia dan ikut menyebarkan agama Hindu-Budha dengan menggunakan bahasa sendiri. Dengan demikian ajaran agama lebih cepat diterima bangsa Indonesia.
Bukti-bukti dari pendapat tersebut adalah adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Balaputradowa (raja Sriwijaya) telah merninta kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu bagi para tokoh di Sriwijaya. Permintaan raja Sniwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana, mereka kembali ke Indonesia. Merekalah yang selanjutnya menyebarkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia.
Bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Indonesia, masuk pula agama dan kebudayaan Buddha. Berita tentang masuknya agama Buddha di Indonesia bersumber dari keterangan seorang Cina bernama Fa Hien. Ia berlayar dari India untuk pulang ke Cina, dan saat melewati Nusantara, kapalnya mengalami kerusakan akibat angin topan. Fa Hien terpaksa singgah di Ye-po-ti (Jawadwipa). Fa Hien mengatakan bahwa di Ye-po-ti banyak dijumpai berhala dan kaum brahmana, sedangkan agama Buddha hampir tidak ada. Hal itu berarti pada awal abad ke-5 agama Buddha belum masuk ke Jawa.
Kemudian diperkirakan bahwa agama Budha masuk pada abad ke-2 Masehi. Hal ini didukung dengan adanya bukti penemuan arca Budha dari perunggu di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan) yang menggunakan langgam seni arca Amarawati (India Selatan). Patung sejenis juga ditemukan di daerah Bukit Siguntang (Sumsel) yang memperlihatkan langgam seni arca Gandhara (India Utara). Selain itu, di Indonesia juga terdapat prasasti bersifat Buddha yang dibuat oleh raja-raja Sriwijaya dari abad ke-7. Mula-mula yang berkembang adalah aliran Buddha Hinayana. Karena tidak cocok dengan kehidupan perdagangan dan paham animisme yang berkembang di Sriwijaya, akhirnya yang berkembang adalah aliran Buddha Mahayana.
Para ahli sejarah juga membuat dua kemungkinan tentang proses masuk dan berkembangnya kebudayaan India ke Indonesia, yakni :
1. Bangsa Indonesia Bersikap Pasif
Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia hanya sekedar menerima kebudayaan India yang datang ke Indonesia. Pendapat yang mendukung teori ini cenderung melihat bahwa telah terjadi kolonisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diduga kebudayaan India yang berkembang di Indonesia mempunyai sifat dan bentuk seperti di negeri asal. Yang bisa dianggap sesuai dengan teori ini yaitu teori Ksatria, teori Waisya, dan teori Brahmana.
2. Bangsa Indonesia Bersikap Aktif
Teori memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia sendiri yang berperan aktif mencari tahu dan mengembangkan kebudayaan India. Hal itu dimungkinkan karena kemampuan bangsa Indonesia yang dapat mengarungi samudera dengan perahu sederhana dapat mencapai India. Bangsa Indonesia tertarik dengan keteraturan dan keunggulan peradaban India sehingga berkeinginan menirunya. Salah satu caranya adalah bangsa Indonesia mengundang para brahmana India ke Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaannya. Sedangkan yang dapat dianggap sejalan dengan teori ini adalah teori Arus Balik.
B. Pengaruh Masuknya Hindu-Budha ke Indonesia
Pengaruh masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain sebagai berikut :
1. Bidang Agama
Sebelum masuk pengaruh India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat pada saat itu melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan alam. Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-Buddha. Hal ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat atau mirip dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
2. Bidang Politik dan Pemerintahan
Pengaruh di bidang initerlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha, di Indonesia tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh seorang kepala suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu Kerajaan Mataram lama.
3. Bidang Pendidikan
Kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.
4. Bidang Sastra dan Bahasa
Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama pada zaman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra berupa kitab-kitab tersebut antara lain :
a. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b. Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
c. Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
d. Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
e. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan Majapahit.
f. Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
5. Bidang Seni
Pengaruh di bidang ini terbagi lagi ke dalam pengaruh di bidang seni tari, seni relief, seni arca dan patung, seni pertunjukan, serta seni bangunan.
a. Seni Tari
Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama candi Borobudur dan Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief memperlihatkan jenis tarian seperti tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding, matapukan (tari topeng).
b. Seni Relief
Seni relief pada candi yang kemudian menghasilkan seni pahat. Hiasan pada candi atau sering disebut relief yang terdapat pada candi-candi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang dalam kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Buddha.
c. Seni Arca dan Patung
Sebagai akibat akulturasi budaya pemujaan arwah leluhur dengan agama Hindu-Buddha, maka beberapa keluarga raja diper-dewa dalam bentuk arca yang ditempatkan di candi makam. Oleh karena itu, arca dewa tersebut sering diidentikkan dengan arca keluarga raja. Seni arca yang berkembang di Indonesia memperlihatkan unsur kepribadian dan budaya lokal, sehingga bukan merupakan bentuk peniruan dari India.
Patung-patung dewa dalam agama Hindu yang merupakan peninggalan sejarah di Indonesia, antara lain yaitu arca batu Brahma, arca perunggu Siwa Mahadewa, arca batu Wisnu, arca-arca di Prambanan (di antaranya arca Lorojongrang) arca perwujudan Tribhuwanatunggadewi di Jawa Timur, dan arca Ganesa (dewa berkepala gajah sebagai dewa ilmu pengetahuan).
d. Seni Pertunjukan
Pengaruh di bidang seni pertunjukan cukup terlihat, terutama pada seni wayang yang sampai sekarang merupakan salah satu bentuk seni yang masih populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang beragam bentuknya seperti wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang tampaknya telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak zaman prasejarah.
e. Seni Bangunan
Salah satu peninggalan budaya Hindu-Buddha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Selain itu, terdapat pula beberapa bangunan lain yang berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan : Ulan dan satra (semacam pesanggrahan atau tempat bermalam para peziarah), sima (daerah perdikan yang berkewajiban memelihara bangunan suci di suatu daerah), patapan (tempat melakukan tapa), sambasambaran (tempat persembahan), serta meru (bangunan berbentuk tumpang yang melambangkan gunung Mahameru sebagai tempat tinggal dewa-dewa agama Hindu).
6. Bidang Sosial Kemasyarakatan
Agama Hindu pada awal perkembangannya di Indonesia membawa pengaruh besar dalam sistem kemasyarakatannya. Sistem kasta yang sebenarnya bermakna pada pembagian tugas dan kewajiban pada setiap orang yang berlaku di dalam ajaran Hindu di India juga berkembang di Indonesia. Perlu diingat bahwa pelaksanaan sistem kasta itu hanya berlaku pada saat agama dan kebudayaan Hindu baru masuk dan berkembang beberapa saat di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, sistem kasta itu hanya dijadikan ajaran dalam agama Hindu di Indonesia saat ini, tetapi tidak dilaksanakan secara mutlak. Setiap pemeluk agama Hindu mempunyai tugas dan hak yang sama dalam beribadah dan bermasyarakat.
Pengaruh yang diberikan oleh kebudayaan Hindu dan Budha tidaklah menjadikan bangsa Indonesia kehilangan kebudayaan, melainkan membantu dan mengambil andil dalam pembentukan kebudayaan serta identitas tersendiri bangsa Indonesia yang unik di masa kini.
Referensi :
http://lestariyunita10.blogspot.com/2013/09/pengaruh-kebudayaan-hindu-dan-buddha-di.html
http://sejarahkelasx.blogspot.com/2014/06/teori-masuk-dan-berkembangnya-ajaran.html
http://www.sosiosejarah.com/2012/08/teori-masuknya-hindu-buddha-di-indonesia.html
http://www.artikelsiana.com/2014/08/teori-tentang-masuk-dan-berkembangnya.html
http://dzakibelajar.blogspot.com/2013/07/sejarah-dan-pengaruh-hindu-budha-di.html
Peristiwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada abad pertama Masehi membawa pengaruh yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Peristiwa tersebut menandai berakhirnya zaman prasejarah Indonesia dan memasuki zaman sejarah serta membawa perubahan dalam susunan masyarakat dan kebudayaan yang berkembang di Indonesia.
Pada postingan kali ini akan dibahas teori-teori serta pengaruh masuknya ajaran dan kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia. Namun sebelum itu, ada baiknya jika terlebih dahulu dibahas beberapa hal mendasar mengenai dua agama yang datang dari India ini.
Hindu
Agama Hindu merupakan sinkretisme (perpaduan) antara kepercayaan bangsa Dravida, yang merupakan penduduk asli India, dengan bangsa Arya, yang merupakan bangsa pendatang dari Asia Tengah yang berhasil menaklukkan bangsa Dravida sekitar tahun 1500 SM. Agama Hindu mempunyai konsep politheisme yaitu menyembah banyak dewa. Tiga dewa utama dari umat Hindu adalah dewa Brahma (dewa pencipta), dewa Wisnu (dewa pemelihara) dan dewa Syiwa (dewa perusak) yang ketiganya biasa disebut “Tri Murti”. Salah satu pokok dalam ajaran Hindu adalah konsep reinkarnasi atau dilahirkan kembali sebagai penebusan dosa karena masih banyaknya dosa dan kesalahan yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Jadi tujuan dari manusia hidup di dunia adalah moksha atau tidak dilahirkan kembali dan tinggal di nirwana yang penuh kenikmatan.
Agama ini berpedoman pada kitab suci Weda, Brahmana dan Upanisad.
Dalam agama Hindu masyarakat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yang mempunyai hak dan peranan yang berbeda-beda, yaitu :
a. Kasta Brahmana, terdiri atas para pendeta.
b. Kasta Ksatria, terdiri atas para raja dan bangsawan.
c. Kasta Waisya, terdiri atas para pedagang dan kaum buruh menengah.
d. Kasta Sudra, terdiri atas para petani, buruh kecil dan budak.
Hari-hari raya bagi umat Hindu ialah Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, Nyepi, dan Siwaratri.
Budha
Pada awalnya Budha merupakan salah satu aliran dalam agama Hindu yang disebut budhisme. Budhisme dimunculkan dan dikembangkan oleh Sidharta Gautama sebagai protes atas ketidakadilan sistem kasta dalam masyarakat Hindu, dimana kasta rendahan mengalami ketidakadilan. Sidharta sebenarnya masuk dalam kasta ksatria karena merupakan putra dari Raja Sudhodana dari kerajaan Kapilawastu. Tetapi kemudian dia meninggalkan semua kemewahan istana dan menjadi pertapa setelah dia melihat kehidupan di luar istana yang sangat memprihatinkan. Dalam pertapaannya dia memperoleh bodhi dan disebut Sang Budha (yang disinari).
Umat Budha mempunyai kitab suci yang disebut Tripitaka yang berarti tiga keranjang, dan meyakini bahwa manusia hidup di dunia berada dalam kesengsaraan (samsara), oleh karena itu kesengsaraan dapat dihentikan dengan mengamalkan astavidha (delapan jalan) yaitu : Ajaran yang benar; Niat yang benar; Perkataan yang benar; Perbuatan yang benar; Penghidupan (mata pencaharian) yang benar; Usaha (daya upaya) yang benar; Perenungan yang benar; Samadi (bersemedi) yang benar.
Dalam perjalanannya, ajaran Budha terpecah menjadi 2 aliran yaitu :
a. Budha Hinayana (kendaraan kecil), yang berpendapat bahwa setiap orang harus berusaha sendiri-sendiri untuk masuk nirwana tanpa pertolongan orang lain. Hal itu sesuai dengan ajaran Budha pada awalnya.
b. Budha Mahayana (kendaraan besar), berpendapat sebaiknya manusia berusaha bersama-sama dan saling membantu dalam mencapai nirwana.
Umat Budha merayakan hari raya Triwaisak yaitu peringatan kelahiran, turunnya Bodhi dan kematian Sang Budha.
A. Teori Masuknya Hindu-Budha ke Indonesia
Proses masuknya pengaruh budaya India ke Indonesia sering disebut penghinduan. Pada dasarnya istilah ini sebenarnya kurang tepat, karena disamping agama Hindu, masuk pula agama Budha. Proses ini terjadi didahului adanya hubungan Indonesia dengan India, sebagai akibat perubahan jalur perdagangan dari jalur tengah (sutera) berganti ke jalur pelayaran (rempah-rempah).
Mengenai teori/hipotesis masuknya pengaruh Hindu – Buddha di Indonesia, para ahli berpendapat yang berlainan, dimana secara garis besar dibedakan atas:
1. Teori Ksatria (C.C. Berg, F.D.K. Bosch, Mookerji, dan J.L. Moens)
Bosch menggunakan istilah hipotesa “ksatria” untuk teori yang juga disebut teori prajurit atau kolonisasi ini. Menurut teori ini, yang memiliki peran utama masuknya budaya India ke Indonesia adalah penganut agama Hindu dari kasta ksatria. Hal ini disebabkan di India terjadi kekacauan politi berupa perang antara Brahmana dengan ksatria, sehingga para ksatria yang kalah melarikan diri ke Indonesia. Lalu mereka pun mendirikan kerajaan dan menyebarkan agama Hindu di Nusantara. Pendukung teori ini kebanyakan sejarawan India, terutama Majumdar dan Nehru.
Hipotesis Ksatria banyak mengandung kelemahan yaitu tidak adanya bukti kolonisasi baik di India maupun di Indonesia. Kedudukan kaum ksatria dalam struktur masyarakat Hindu tidak memungkinkan menguasai masalah agama Hindu dan tidak nampak pemindahan unsur masyarakat India (sistem kasta, bentuk rumah, pergaulan dan sebagainya). Tidak mungkin para pelarian mendapat kedudukan sebagai raja di tempat yang baru. Selain itu, diketahui bahwa para ksatria tersebut tidak menguasai bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
2. Teori Waisya (N.J. Krom dan Mookerje)
Teori berpendapat bahwa orang India tiba ke Asia tenggara pada umumnya dan khususnya Indonesia karena berdagang. Pelayaran perdagangan saat itu masih tergantung sistem angin muson, sehingga pedagang India terpaksa tinggal di Indonesia selama beberapa saat untuk menanti bergantinya arah angin. Mereka banyak menikah dengan penduduk setempat. Keturunan dan keluarga pedagang ini merupakan awal penerimaan pengaruh India. Tampaknya teori ini mengambil perbandingan proses penyiaran Islam yang juga dibawa pedagang. Teori ini juga dibantah oleh ahli lain, karena tidak setiap orang boleh menyentuh kitab Weda. Ajaran Hindu milik kaum brahmana dan hanya mereka yang memahami kitab Weda.
Namun, teori Waisya juga memiliki kelemahan. Sama seperti kasta kstaria, para pedagang yang termasuk dalam kasta Waisya tidak menguasasi bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang umumnya hanya dikuasi oleh kasta Brahmana. Namun bila menilik peninggalan Prasasti yang dikeluarkan oleh negara-negara kerajaan Hindu-Budha di Indonesia, sebagian besar menggunakan bahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa. Selain itu, tidak setiap orang boleh menyentuh kitab Weda. Ajaran Hindu milik kaum brahmana dan hanya mereka yang memahami kitab Weda. Peta yang menunjukkan bahwa persebaran kerajaan-kerajaan Hindu-Budha di Indonesia lebih banyak di daerah pesisir pantai juga merupakan kelemahan lainnya dari teori ini.
3. Teori Brahmana (J.C. Van Leur, F.D.K. Bosch, dan O.W. Wolters)
Teori ini mengemukakakn bahwa agama Hindu yang menyebar di Indonesia dibawa oleh golongan Brahmana, sebagai golongan yang ahli dalam agama tersebut. Orang Indonesia atau kepala suku aktif mendatangkan brahmana untuk mengadakan upacara Abhiseka secara Hindu, sehingga kepala suku menjadi maharaja. Dalam perkembangannya, para brahmana akhirnya menjadi purohito (penasehat raja).
Teori ini tampaknya dianggap lebih mendekati kebenaran karena agama Hindu bersifat tertutup, dimana hanya diketahui kalangan brahmana. Berdasarkan pada pengamatan Van Leur terhadap sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia, terutama pada prasasti-prasasti yang menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa, pengaruh dari Brahmana sangat jelas keberadaannya. Disamping itu, Brahmana di Indonesia berkaitan dengan upacara Vratyastoma dan Abhiseka.
Akan tetapi, pendapat bahwa para Brahmana bisa sampai ke Indonesia yang terpisahkan dengan India oleh lautan masih dipertanyakan. Dalam tradisi agama Hindu terdapat pantangan bagi kaum Brahmana untuk menyeberangi lautan, sehingga hal ini menjadi kelemahan hipotesis teori Brahmana.
4. Teori Arus Balik/Nasional (F.D.K. Bosch dan J.C. Van Leur)
Dalam teori ini, digunakan dasar pemikiran berupa hubungan antara dunia maritim dengan perdagangan. Hubungan dagang Indonesia dengan India yang meningkat diikuti boleh para kaum intelektual yang memiliki semangat untuk menyebarkan agama Hindu dan Budha dengan menumpang kapal-kapal dagang. Orang-orang Indonesia yang tertarik ajaran itu, mengirimkan kaum terpelajar ke India untuk berziarah dan menuntut ilmu. Setelah cukup lama, mereka kembali ke Indonesia dan ikut menyebarkan agama Hindu-Budha dengan menggunakan bahasa sendiri. Dengan demikian ajaran agama lebih cepat diterima bangsa Indonesia.
Bukti-bukti dari pendapat tersebut adalah adanya prasasti Nalanda yang menyebutkan bahwa Balaputradowa (raja Sriwijaya) telah merninta kepada raja di India untuk membangun wihara di Nalanda sebagai tempat untuk menimba ilmu bagi para tokoh di Sriwijaya. Permintaan raja Sniwijaya itu ternyata dikabulkan. Dengan demikian, setelah para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu di sana, mereka kembali ke Indonesia. Merekalah yang selanjutnya menyebarkan pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia.
Bersamaan dengan masuknya agama Hindu di Indonesia, masuk pula agama dan kebudayaan Buddha. Berita tentang masuknya agama Buddha di Indonesia bersumber dari keterangan seorang Cina bernama Fa Hien. Ia berlayar dari India untuk pulang ke Cina, dan saat melewati Nusantara, kapalnya mengalami kerusakan akibat angin topan. Fa Hien terpaksa singgah di Ye-po-ti (Jawadwipa). Fa Hien mengatakan bahwa di Ye-po-ti banyak dijumpai berhala dan kaum brahmana, sedangkan agama Buddha hampir tidak ada. Hal itu berarti pada awal abad ke-5 agama Buddha belum masuk ke Jawa.
Kemudian diperkirakan bahwa agama Budha masuk pada abad ke-2 Masehi. Hal ini didukung dengan adanya bukti penemuan arca Budha dari perunggu di daerah Sempaga (Sulawesi Selatan) yang menggunakan langgam seni arca Amarawati (India Selatan). Patung sejenis juga ditemukan di daerah Bukit Siguntang (Sumsel) yang memperlihatkan langgam seni arca Gandhara (India Utara). Selain itu, di Indonesia juga terdapat prasasti bersifat Buddha yang dibuat oleh raja-raja Sriwijaya dari abad ke-7. Mula-mula yang berkembang adalah aliran Buddha Hinayana. Karena tidak cocok dengan kehidupan perdagangan dan paham animisme yang berkembang di Sriwijaya, akhirnya yang berkembang adalah aliran Buddha Mahayana.
Para ahli sejarah juga membuat dua kemungkinan tentang proses masuk dan berkembangnya kebudayaan India ke Indonesia, yakni :
1. Bangsa Indonesia Bersikap Pasif
Teori ini memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia hanya sekedar menerima kebudayaan India yang datang ke Indonesia. Pendapat yang mendukung teori ini cenderung melihat bahwa telah terjadi kolonisasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dari bangsa India terhadap bangsa Indonesia. Oleh karena itu, diduga kebudayaan India yang berkembang di Indonesia mempunyai sifat dan bentuk seperti di negeri asal. Yang bisa dianggap sesuai dengan teori ini yaitu teori Ksatria, teori Waisya, dan teori Brahmana.
2. Bangsa Indonesia Bersikap Aktif
Teori memberi pengertian bahwa bangsa Indonesia sendiri yang berperan aktif mencari tahu dan mengembangkan kebudayaan India. Hal itu dimungkinkan karena kemampuan bangsa Indonesia yang dapat mengarungi samudera dengan perahu sederhana dapat mencapai India. Bangsa Indonesia tertarik dengan keteraturan dan keunggulan peradaban India sehingga berkeinginan menirunya. Salah satu caranya adalah bangsa Indonesia mengundang para brahmana India ke Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaannya. Sedangkan yang dapat dianggap sejalan dengan teori ini adalah teori Arus Balik.
B. Pengaruh Masuknya Hindu-Budha ke Indonesia
Pengaruh masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan sejarah dalam berbagai bidang, antara lain sebagai berikut :
1. Bidang Agama
Sebelum masuk pengaruh India, kepercayaan yang berkembang di Indonesia masih bersifat animisme dan dinamisme. Masyarakat pada saat itu melakukan pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan kekuatan-kekuatan benda-benda pusaka tertentu serta kepercayaan pada kekuatan-kekuatan alam. Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, kepercayaan asli bangsa Indonesia ini kemudian berakulturasi dengan agama Hindu-Buddha. Hal ini terbukti dari beberapa upacara keagamaan Hindu-Buddha yang berkembang di Indonesia walaupun dalam beberapa hal tidak seketat atau mirip dengan tata cara keagamaan yang berkembang di India. Kondisi ini menunjukkan bahwa dalam tatacara pelaksanaan upacara keagamaan mengalami proses sinkretisme antara kebudayaan agama Hindu-Buddha dengan kebudayaan asli bangsa Indonesia.
2. Bidang Politik dan Pemerintahan
Pengaruh di bidang initerlihat jelas dengan lahirnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Sebelum masuknya pengaruh agama Hindu-Buddha, di Indonesia tampaknya belum mengenal corak pemerintahan dengan sistem kerajaan. Sistem pemerintahan yang berlangsung masih berupa pemerintahan kesukuan yang mencakup daerah-daerah yang terbatas. Pimpinan dipegang oleh seorang kepala suku bukanlah seorang raja. Dengan masuknya pengaruh India, membawa pengaruh terhadap terbentuknya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan bercorak Hindu antara lain Kutai, Tarumanagara, Kediri, Majapahit dan Bali, sedangkan kerajaan yang bercorak Buddha adalah Kerajaan Sriwijaya. Hal yang menarik di Indonesia adalah adanya kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu Kerajaan Mataram lama.
3. Bidang Pendidikan
Kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh bagi munculnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun lembaga pendidikan tersebut masih sangat sederhana dan mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan. Akan tetapi lembaga pendidikan yang berkembang pada masa Hindu-Buddha ini menjadi cikal bakal bagi lahirnya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia.
4. Bidang Sastra dan Bahasa
Dari segi bahasa, orang-orang Indonesia mengenal bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama pada zaman kejayaan kerajaan Kediri. Karya sastra berupa kitab-kitab tersebut antara lain :
a. Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa yang disusun pada masa pemerintahan Airlangga.
b. Bharatayudha, karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
c. Gatotkacasraya, karya Mpu Panuluh disusun pada aman kerajaan Kediri.
d. Arjuna Wijaya dan Sutasoma, karya Mpu Tantular yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
e. Negarakertagama, karya Mpu Prapanca disusun pada aman kerajaan Majapahit.
f. Wretta Sancaya dan Lubdhaka, karya Mpu Tanakung yang disusun pada aman kerajaan Majapahit.
5. Bidang Seni
Pengaruh di bidang ini terbagi lagi ke dalam pengaruh di bidang seni tari, seni relief, seni arca dan patung, seni pertunjukan, serta seni bangunan.
a. Seni Tari
Berdasarkan relief-relief yang terdapat pada candicandi, terutama candi Borobudur dan Prambanan memperlihatkan adanya bentuk tari-tarian yang berkembang sampai sekarang. Bentuk-bentuk tarian yang digambarkan dalam relief memperlihatkan jenis tarian seperti tarian perang, tuwung, bungkuk, ganding, matapukan (tari topeng).
b. Seni Relief
Seni relief pada candi yang kemudian menghasilkan seni pahat. Hiasan pada candi atau sering disebut relief yang terdapat pada candi-candi di Indonesia didasarkan pada cerita-cerita epik yang berkembang dalam kesusastraan yang bercorak Hindu ataupun Buddha.
c. Seni Arca dan Patung
Sebagai akibat akulturasi budaya pemujaan arwah leluhur dengan agama Hindu-Buddha, maka beberapa keluarga raja diper-dewa dalam bentuk arca yang ditempatkan di candi makam. Oleh karena itu, arca dewa tersebut sering diidentikkan dengan arca keluarga raja. Seni arca yang berkembang di Indonesia memperlihatkan unsur kepribadian dan budaya lokal, sehingga bukan merupakan bentuk peniruan dari India.
Patung-patung dewa dalam agama Hindu yang merupakan peninggalan sejarah di Indonesia, antara lain yaitu arca batu Brahma, arca perunggu Siwa Mahadewa, arca batu Wisnu, arca-arca di Prambanan (di antaranya arca Lorojongrang) arca perwujudan Tribhuwanatunggadewi di Jawa Timur, dan arca Ganesa (dewa berkepala gajah sebagai dewa ilmu pengetahuan).
d. Seni Pertunjukan
Pengaruh di bidang seni pertunjukan cukup terlihat, terutama pada seni wayang yang sampai sekarang merupakan salah satu bentuk seni yang masih populer di kalangan masyarakat Indonesia. Seni wayang beragam bentuknya seperti wayang kulit, wayang golek, dan wayang orang. Seni pertunjukan wayang tampaknya telah dikenal oleh bangsa Indonesia sejak zaman prasejarah.
e. Seni Bangunan
Salah satu peninggalan budaya Hindu-Buddha di Indonesia yang sangat menonjol antara lain berupa candi dan stupa. Selain itu, terdapat pula beberapa bangunan lain yang berkaitan erat dengan kehidupan keagamaan : Ulan dan satra (semacam pesanggrahan atau tempat bermalam para peziarah), sima (daerah perdikan yang berkewajiban memelihara bangunan suci di suatu daerah), patapan (tempat melakukan tapa), sambasambaran (tempat persembahan), serta meru (bangunan berbentuk tumpang yang melambangkan gunung Mahameru sebagai tempat tinggal dewa-dewa agama Hindu).
6. Bidang Sosial Kemasyarakatan
Agama Hindu pada awal perkembangannya di Indonesia membawa pengaruh besar dalam sistem kemasyarakatannya. Sistem kasta yang sebenarnya bermakna pada pembagian tugas dan kewajiban pada setiap orang yang berlaku di dalam ajaran Hindu di India juga berkembang di Indonesia. Perlu diingat bahwa pelaksanaan sistem kasta itu hanya berlaku pada saat agama dan kebudayaan Hindu baru masuk dan berkembang beberapa saat di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman, sistem kasta itu hanya dijadikan ajaran dalam agama Hindu di Indonesia saat ini, tetapi tidak dilaksanakan secara mutlak. Setiap pemeluk agama Hindu mempunyai tugas dan hak yang sama dalam beribadah dan bermasyarakat.
Pengaruh yang diberikan oleh kebudayaan Hindu dan Budha tidaklah menjadikan bangsa Indonesia kehilangan kebudayaan, melainkan membantu dan mengambil andil dalam pembentukan kebudayaan serta identitas tersendiri bangsa Indonesia yang unik di masa kini.
Referensi :
http://lestariyunita10.blogspot.com/2013/09/pengaruh-kebudayaan-hindu-dan-buddha-di.html
http://sejarahkelasx.blogspot.com/2014/06/teori-masuk-dan-berkembangnya-ajaran.html
http://www.sosiosejarah.com/2012/08/teori-masuknya-hindu-buddha-di-indonesia.html
http://www.artikelsiana.com/2014/08/teori-tentang-masuk-dan-berkembangnya.html
http://dzakibelajar.blogspot.com/2013/07/sejarah-dan-pengaruh-hindu-budha-di.html